Jumat, 11 Desember 2009


KOMUNIKASI DAN PERKEMBANGAN KEPRIBADIAN

Komunikasi adalah salah satu penunjang pembentukan kepribadian. Kepribadian terbentuk sepanjang kehidupan, jadi selama itu pula komunikasi penting bagi pertumbuhan pribadi kita. Banyak ahli mempunyai pendapat yang berbeda kapan anak mulai mengenal komunikasi dan kapan kepribadian mulai terbentuk. Ahli ilmu sosial mengatakan bahwa kurangnya komunikasi menghambat perkembangan kepribadian ( Rahmat, 2001). Bicara merupakan sarana komunikasi dank arena komunikasi penting dalam kehidupan social maka anak-anak yang tidak dapat/kurang dapat berkomunikasi dengan orang lain maka akan mengalami hambatan social dan akhirnya dalam dirinya timbul perasaan tidak mampu dan rendah diri. (Atkinson, dkk, 2000).

Menurut Ashley Montangu (Rahmat, 2001) anak kecil hanyalah seonggok daging sampai saat dia belajar mengungkapkan perasaan dan kebutuhannya melalui tangisan, tendangan atau senyuman. Segera setelah ia berinteraksi dengan orang-orang disekitarnya kepribadian akan terbentuk perlahan-lahan. Bagaimana ia menafsirkan pesan yang disampaikan orang lain dan bagaimana ia menyampaikanpesannya kepada orang lain menentukan kepribadiannya. (Rahmat, 2001)


Jeanne Magagna (www.ayahbunda.com), kepala penelitian terhadap bayi-bayi baru lahir di Klinik Travistock, Inggris, menemukan bahwa komunikasi antara ibu dan si buah terjadi dimulai sebelum pembuahan (prakonsepsi). Magagna menemukan bahwa “dialog” tersebut terutama terjadi pada hal-hal yang berkaitan dengan bagaimana sikap dan pandangan ibu termasuk di tataran bawah sadarnya, terhadap kehadiran anak. Magagna menekankan pengaruh berbagai pertanyaan dalam diri si ibu di masa prakonsepsi. Misalnya saja, apakah si ibu menginginkan kehadiran anak untuk dicintai, Semakin positif jawaban si calon ibu, semakin positif pula pengaruhnya pada komunikasi si ibu dan anaknya kelak.

Studi yang dilakukan Magagna menggunakan ultrasonografi (USG) menunjukkan, janin telah memiliki kepribadian sejak hadir dalam rahim. Janin dapat mencium, mendengar dan merasa sakit, bahkan Magagna mengatakan janin dapat bermimpi dan mengenali aktivitas ibu yang berbeda-beda, termasuk interaksinya dengan ibu dan ayahnya. Kecemasan , kemarahan serta kebahagiaan orang tua juga ditangkap janin, dan ini mempengaruhi pembentukan kepribadian janin menjadi lebih “sempurna” sebelum ia lahir. Untuk merasa aman, beberapa saat sesudah lahir, bayi sudah menemukan cara-cara mengatasi ketakutan dan kecemasannya. Misalnya, mengisap ibu jari, menatap cahaya secara konstan atau meremas jemari kedua tangannya. Ketika orang tua memberikan kasih sayang dengan memberi belaian dan pelukan hangat setelah bayi lahir, saat inilah ia belajar membangun kelekatan (attachment) dengan ibu dan ayah. Kondisi inilah yang mendukung anak untuk belajar berinteraksi dengan orang lain secara spontan. (http://www.ayahbunda-online.com/info_ayahbunda/info_detail.asp?id=Kehamilan&info_id=348)
Anak yang melekat kuat saat memasuki tahun kedua kehidupannya lebih siap menghadapi pengalaman dan hubungan baru. Kegagalan anak untuk membentuk perlekatan yang kuat dengan satu orang atau lebih dalam tahun awal kehidupannya berhubungan dengan ketidakmampuan membentuk hubungan personal yang erat pada masa dewasa, yang berpengaruh pada kepribadiannya. Anak yang memiliki perlekatan kuat cenderung menjadi pemimpin sosial, mereka aktif dalam memulai dan berperan serta dalam aktivitas dan dicari oleh anak lain, sedangkan yang tidak melekat secara kuat cenderung menarik diri dan enggan berperan serta. (Atkinson, dkk, 2000)
Teori perkembangan Psikososial Erikson
Komunikasi jika dilakukan sesuai dengan ciri khas perkembangannya maka akan membentuk kepribadian yang baik. Ada empat tingkat perkembangan anak menurut Erikson (http://re-searchengines.com/agusruslan31-5-2.html), yaitu :
1. usia anak 0 - 1 tahun yaitu trust Vs mistrust. Pengasuhan dengan kasih sayang yang tulus dalam pemenuhan kebutuhan dasar bayi menimbulkan "trust" pada bayi terhadap lingkungannya. Apabila sebaliknya, akan menimbulkan "mistrust" yaitu kecemasan dan kecurigaan terhadap lingkungan.
2. usia 2 - 3 tahun, yaitu autonomy Vs shame and doubt. Pengasuhan melalui dorongan untuk melakukan apa yang diinginkan anak, dan sesuai dengan waktu dan caranya sendiri dengan bimbingan orang tua/guru yang bijaksana, maka anak akan mengembangkan kesadaran autonomy. Sebaliknya apabila guru tidak sabar, banyak melarang anak, menimbulkan sikap ragu-ragu pada anak. Jangan membuat anak merasa malu.
3. usia 4 - 5 tahun, yaitu Inisiative Vs Guilt, yaitu pengasuhan dengan memberi dorongan untuk bereksperimen dengan bebas dalam lingkungannya. Guru dan orang tua tidak menjawab langsung pertanyaan anak, maka mendorong anak untuk berinisiatif sebaliknya, bila anak selalu dihalangi, pertanyakan anak disepelekan, maka anak akan selalu merasa bersalah.
4. usia 6 - 11 tahun, yaitu Industry Vs Inferiority, bila anak dianggap sebagai "anak kecil" baik oleh orang tua, guru maupun lingkungannya, maka akan berkembang rasa rendah diri, dampaknya anak kurang suka melakukan tugas-tugas yang bersifat intelektual, dan kurang percaya diri.


Tangisan Bayi
Menurut William Sears tangisan bayi merupakan bahasa pertamanya, ketrampilan berkomunikasi pertamanya.ketika pengasuh mengenali tangisan bayi adalah suatu komunikasi bayi tersebut belajar bahwa isyarat-isyaratnya berguna. Tanggapan yang diberikan karena tangisan itu memotivasinya untuk berkomunikasi kembali, mereka belajar menangis lebih baik. Respon yang segera dari orang tua mengajarkan bahwa tangisan mereka didengarkan dengan baik. Kemudian bayi mulai bereksperimen dengan sinyal yang lebih halus, bunyi halus, gerakan tubuh lain, kontak mata, dll. Orang tua yang membiarkan bayi mereka terus menangis sampai habis, bayi belajar menangis lebih sedikit dan menjadi bayi ’baik’. Namun mereka kehilangan kesempatan untuk mengembangkan komunikasi merekan karena komunikasi mereka tidak ditanggapi maka mereka tidak mau berkomunikasi lagi. (Sears, 2004)

Anak belajar berkomunikasi pertamakali dilingkungan keluarga dan keluargalah yang membentuk kepribadian maka hubungan anak dan orangtua dan komunikasi yang berjalan diantaranya akan mempengaruhi kepribadian anak. Hubungan orang tua dan anak berbeda-beda, cara orang tua mengasuh anak, yang juga terkait bagaimana orang tua berkomunikasi kepada anak mempunyai pengaruh terhadap kepribadiannya. Pengasuhan orang tua dapat dibedakan menjadi 4 macam, namun kita tidak boleh langsung menggolongkan seseorang kedalam golongan tertentu, kadang pola pengasuhan merupakan gabungan dari beberapa pola asuh. Keempat pola asuh itu adalah (Hurlock, 1980):
1. otoritatif : Orangtua ini memiliki tingkat pengendalian yang tinggi dan mengharuskan anak-anaknya bertindak pada tingkat intelektual dan sosial yang konsisten dengan usia dan kemampuan mereka. Namun mereka mengkombinasikan kendali dan tuntutan mereka dengan kehangatan, bimbingan dan komunikasi dua arah. Mereka mendengar dan pendapat dan perasaan ana saat mengambil keputusan keluarga. Mereka memberikan penjelasan dan alasan untuk hukuman dan larangan jika mereka merasa harus melakukannya. Para peneliti mengemukakan bahwa anak dari orangtua seperti itu cenderung bersikap mandiri, tegas terhadap diri sendiri, ramah kepada teman dan mau bekerjasama dengan orang tua.
2. otoriter: Orangtua yang menuntut dan mengendaikan yang semata-mata menunjukkan kekuasan mereka tanpa kehangatan, pengasuhan dan tanpa komunikasi dua arah. Anak dari orang tua otoriter cenderung memiliki kompetensi dan tanggung jawab yang sedang, cenderung menarik diri secara sosial, tidak memiliki spontanitas dan memiliki harga diri yang rendah. Pada anak perempuan, tergantung pada orang tuanya dan tidak memiliki motivasi untuk maju. Pada anak laki-laki,cenderung lebih agresif daripada anak lain
3. penyabar: Orangtua yang menerima, responsif, berpusat pada anak, sedikit memberikan tuntutan. Anak dari orangtua penyabar lebih positif dalam moodnya, dan menunjukkan lebih banyak vitalitas dari pada anak dari orangtua otoriter, namun prilaku mereka cenderung tidak matang sehingga tidak mempunyai kendali impuls, tanggung jawab sosial dan percaya diri, dan mengalami masalah agresi.
4. penelantar: Orangtua yang lebih memperhatikan aktivitas mereka sendiri dan tidak terlibat dengan aktivitas anak-anaknya. Anak-anaknya bersikap impulsif, tidak mapu berkonsentrasi, pemurung, menghabiskan uang dengan cepat dan tidak menabungnya, dan sulit mengendalikan kemarahan agresif. (Hurlock, 1980)

Sebuah sajak yang dikutip Jalaludin Rahmat (2001) dari Dorothy Law Nolte, menggambarkan bahwa perlakuan/komunikasi orangtua terhadap anak akan sangat berpengaruh pada kepribadian anak. Sajak itu adalah:

Jika anak dibesarkan dengan celaan, ia belajar memaki
Jika anak dibesarkan denagn permusuhan, ia belajar berkelahi
Jika anak dibesarkan dengan cemoohan, ia belajar rendah diri
Jika anak dibesarkan dengan penghinaan, ia belajar menyesali diri
Jika anak dibesarkan dengan toleransi, ia belajar menahan diri
Jika anak dibesarkan dengan dorongan, ia belajar percaya diri
Jika anak dibesarkan dengan pujian, ia belajar menghargai
Jika anak dibesarkan dengan sebaik-baik perlakuan, ia belajar keadilan
Jika anak dibesarkan dengan rasa aman, ia belajar menaruh kepercayaan
Jika anak dibesarkan dengan dukungan, ia belajar menyenangi diri
Jika anak dibesarkan dengan kasih sayang dan persahabatan,
ia belajar menemukan cinta dalam kehidupan



Sumber :
Hurlock, E. B. 1980. Psikologi Perkembangan. Jakarta: Penerbit Erlangga
Atkinson, R. L., Atkinson, R. C., Smith, E. E., Bem, D. J. 2000. Pengantar Psikologi. Jakarta: Penerbit Erlangga.
http://re-searchengines.com/agusruslan31-5-2.html
http://www.ayahbunda-online.com/info_ayahbunda/info_detail.asp?id=Kehamilan&info_id=348

Tidak ada komentar:

Posting Komentar